Sabtu, 30 Januari 2010

korupsi

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA

Akhir – akhir ini masalah korupsi menjadi topik yang hangat dibicarakan oleh publik, terutama dalam media massa baik lokal maupun nasional, banyak sekali kasus – kasus yang terungkap berkaitan dengan korupsi ini.

Sebelum kita membicarakan korupsi lebih jauh adakalanya kita mengetahui lebih dulu apa itu korupsi. Korupsi merupakan perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Dalam kamus web, korupsi diartikan kondisi dari yang baik menjadi tidak baik. Sedangkan menurut Juniadi suwartojo (1997) korupsi ialah tingkah laku atau tindakan seseorang atau lebih yang melanggar norma – norma yang berlaku dengan menggunakan dan / atau menyalah gunakan kekuasaan atau kesempatan melalui proses pengadaan, penetapan pungutan penerimaan, atau pemberian fasilitas atau jasa lainnya yang dilakukan pada kegiatan penerimaan dan/ atau mengeluaran uang atau kekayaan, penyimpanan uang atau kekayaan serta dalam perizinan dan / atau jasa lainnya dengan tujuan kepentingan pribadi atau golongannya sehingga langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan dan / atau keuangan Negara / masyarakat

Korupsi sudah lama menggerogoti negeri ini, dan hampir merasuki semua aspek kehidupan, dari tingkat presiden sampai tingkat RT. Hampir setiap tempat tidak lepas dari yang namanya korupsi ini, di birokrasi, kejaksaan, pengadilan, lembaga keuangan, lembaga swasta, bahkan pendidikan pun yang notabene tempat mendidik moral juga tidak lepas dari yang namanya korupsi ini. Korupsi seakan sudah menjadi budaya di negeri tercinta ini.

Berdasarkan survey the political and economic risk consultancy ltd, (PERC) pada Januari – Februari 2005 terhadap 900 ekspartiat di Asia, Indonesia menduduki peringkat pertama Negara terkorup di Asia. Bukankan itu pencapaian yang luar biasa untuk Negara sekaliber Indonesia ini !

Mengapa korusi di Negara ini sulit sekali untuk dihilangkan? Apakah korupsi sudah meggurita dan mendarah daging di negeri ini. Atau korupsi sudah menjadi sesuatu yang kekal dan dinamis karena sudah menjadi bagian dari budaya. Lantas apakah hal itu menjadi paradigma baru bahwa sejarah masa lalu yang kelam membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk merubah sistem yang sudah ada? Berapa lama rakyat akan dengan sabar menanti datangnya perubahan ? Padahal kita tahu periode pemerintahan sekarang tak seperti jamanya pemerintahan orde yang pemerintahannya bisa begitu lama berkuasa. Mungkin itulah pertanyaan – pertanyaan yang muncul dibenak penulis.

Walaupun pemerintah sudah mempunyai I’tikad baik untuk memberantas korupsi, dengan membentuk komisi-komisi yang berhubungan langsung dengan pencegahan tindak pidana korupsi seperti, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), Badan Penyidik Keuangan (BPK), tetapi dalam implementasinya pemerintah terkesan tebang pilih dalam memberantas korupsi. Banyak kasus – kasus besar yang belum tersentuh pengadilan, dan bahkan terkesan dilindungi oleh penguasa. Aroma suap seakan kental di pengadilan, banyak kasus yang ditangani dan bukti – bukti sudah jelas ada tetapi ketika sampai di pengadilan hakim malah memutuskan bebas.

Upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hukum menjadi tuntutan rakyat yang paling prioritas saat ini. Ketidak cekatan dan kurang bijaksana, menjadi PR yang harus digarap pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Kita mencoba mem-flash back kasus-kasus yang masih hangat ditelinga kita, seperi kasus cicak vs buaya, atau kasus antara KPK dan POLRI, kasus Bank Century, dalam kasus-kasus seperti itu, pemerintah seperti tidak mau tau dengan permasalahan yang ada, pemerintah cenderung tidak mau disalahkan atas kasus – kasus yang terjadi. Bahkan ketika seorang Doktor bernama George Junus Aditjondro membuat buku yang berjudul “ Membongkar Gurita Cikeas Di Bank Century”, Pihak istana seperti kebakaran jenggot dan mengatakan bahwa itu merupakan fitnah yang keji.

Sejarawan dari Inggris yang bernama Lord Acton, pernah mengatakan, “Power tens to corrupt, absolute power corrupts absolutely.” Entah pernyataan itu benar terjadi apa tidak di Negeri ini, tetapi pernyataan itu menegaskan bahwa korupsi berpotensi muncul dimana saja tanpa memandang ras, suku, bangsa, etnis, geografi, maupun kedudukan ekonomi.

“ Berantas Korupsi sampai keakar – akarnya “ adalah Motto yang harus dicamkan baik – baik dalam benak pemerintah. Bahkan pemberantasan korupsi ini juga menjadi komitmen internasional dengan menjadikan tanggal 9 Desember sebagai hari Anti Korupsi Internasional. Salah satu penyebab kemiskinan dan ketidak sejahteraan rakyat tidak lain ya karena masih adanya praktik KKN ini.

Upaya pemberantasan korupsi tidak bisa dilakukan tanpa ada kesadaran kolektif dari semua elemen masyarakat dari tingkat atas sampai tingkat bawah, karena korupsi bukan hanya dimonopoli oleh kalangan atas saja. Pendidikan usia dini tentang korupsi juga harus diterapkan di sekolah – sekolah, supaya anak – anak mengetahui betapa bahayanya korupsi itu.

Revolusi sistem birokrasi juga harus dilakukan di Indonesia. Sistem pada dasarnya dipengaruhi oleh dua hal yaitu mekanisme jalannya sistem dan pelaku sistem. Walaupun sistem yang diterapkan bagus, tetapi yang menjalankan sistem orang yang dimensi moralnya bobrok, maka mustahil Negara ini akan terbebas dari yang namanya korupsi itu. Praktek korupsi hanya akan terjadi apabila sistem memberi celah kearah sana. Bang Napi sering berkata “ kejahatan tejadi bukan hanya karena niat pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan”.

Pemberian sanksi yang berat bagi para koruptor juga merupakan langkah yang efektif, agar menimbulkan efek jera bagi para pelaku. Selama ini walaupun bisa di jerat hukum tetapi tidak menimbulkan efek jera.

Mengakhiri tulisan ini penulis kiranya perlu memberi kesimpulan dalam upaya pemberantasan korupsi :
Harus adanya kesadaran kolektif dari seluruh elemen masyarakat untuk memberantas korupsi.
Pendidikan anti korupsi harus diterapkan sejak dini. Agar menumbuhkan kesadaran tentang bahaya korupsi.
Menggerakkan revolusi sistem birokrasi. Karena dengan sistem yang baik dan para pelaku sistem yang baik pula, celah untuk melakukan KKN akan tertutup.
Menjadikan Lembaga – lembaga dan komisi – komisi penegak hukum bersikap professional. Seluruh lembaga dan komisi jangan sampai dipolitisir, jangan sampai ada tendensi – tendensi golongan dan kepentingan politik.
Memberikan hukuman yang berat bagi para pelaku korupsi, supaya menimbulkan efek jera.

Memberantas korupsi harus secara totalistas sampai keakar – akarnya, tidak bisa setengah – setengah. Mudah – mudahan lulusan dari universitas Brawijaya bisa memberikan angin perubahan bagi negeri ini, terutama dalam pemberantasan korupsi dan revolusi birokrasi. Amin.


Mojokerto, 1 Januari 2010